Wayang timplong Nyampe Jakarta


Jakarta, Sinar Harapan
Setelah satu dasawarsa vakum menyelenggarakan kegiatan, Bina Musika kembali hadir dengan menggelar sebuah kolaborasi unik antara permainan piano empat tangan diiringi dengan permainan wayang kulit Jawa klasik. Kolaborasi unik ini rencananya akan dilangsungkan empat kali, mulai tanggal 19, 20, 21 dan 25 Februari 2003, masing-masing di BPK Penabur, Erasmus Huis, Pusat Kesenian Wilayah Jakarta Timur serta Opening Jak@rt Center di Gedung S. Widjojo Center, Jakarta. Kecuali Erasmus Huis, tiga pagelaran lainnya tidak dipungut bayaran.
Konser piano empat tangan ini akan menghadirkan dua pianis asal Indonesia dan Jepang, yaitu Ary Sutedja dan Miwako Fukushi. Sementara dalang yang terpilih untuk pagelaran ini adalah Nanang HaPe, seorang dalang muda lulusan STSI Surakarta. Mereka akan unjuk kebolehan membawakan The Sleeping Beauty karya Tchaikowsky.

Ide awal kolaborasi piano dan wayang ini tercetus dari Miwako, yang mengaku tertarik untuk mengetahui wayang kulit lebih dalam lagi. Selama di Jepang, Miwako yang pernah menimba ilmu di Franz Liszt Academy of Music di Hongaria ini, dikenal sebagai pianis yang kerap menggelar konser piano khusus untuk balita maupun ibu-ibu dengan bantuan siluet ataupun boneka.
”Sejak dulu saya selalu memikirkan ingin menggabungkan dua hal agar menjadi sesuatu yang indah. Setelah menyaksikan pertunjukan wayang kulit, baru timbul ide untuk mengadakan konser ini,” sahut Miwako Fukushi di sela-sela jumpa pers Chamber Music Series Bina Musika bertajuk ”Four Hands Piano Concert berkolaborasi dengan wayang kulit” di Jakarta, Jumat pekan lalu.
Ide Miwako ini kemudian diteruskan kepada sahabat dekatnya, Ary Sutedja yang kebetulan pernah dibesarkan oleh Bina Musika dan melanjutkan sekolahnya di Towson State University di Baltimore, Amerika dan St. Petersburg Conservatory di Rusia. ”Saya senang sekali. Ini adalah genre musik kamar yang unik yang membutuhkan tantangan sekaligus memperlihatkan kreativitas yang tidak ada batasnya, mempertemukan seni barat dengan timur,” kata Ary yang mengaku harus latihan berkali-kali dan bergantian memainkan partitur dari sebelah kiri dan kanan demi mencapai hasil yang terbaik. Untuk memainkan satu piano dengan empat tangan, memang membutuhkan keterampilan dan emosi tersendiri, agar suara yang dihasilkan tak ubahnya seperti dimainkan oleh satu orang saja.
Untuk pagelaran ini, Ary dan Miwako tidak akan memainkan partitur asli The Sleeping Beauty yang dibuat untuk satu orkestrasi lengkap, melainkan akan memainkan versi reduksinya yang sudah digubah oleh pianis Sergei Rachmaninoff, yang sudah mentranskripsi partitur The Sleeping Beauty untuk empat tangan.
Repertoar lainnya yang akan dibawakan secara utuh adalah karya-karya dari Gabriel Forrey, Schubert serta Anton Volzac. The Sleeping Beauty yang aslinya dibuat khusus untuk repertoar ballet klasik, sengaja dipilih berkolaborasi dengan wayang kulit dengan pertimbangan cerita ini sudah banyak dikenal orang, sekaligus memperkenalkan musik klasik khususnya pada anak-anak Indonesia.
Sang dalang, Nanang HaPe, menyambut baik kolaborasi ini. Dalang kelahiran Ponorogo, Jawa Timur yang sudah banyak mengikuti misi kesenian wayang kulit serta pernah melakukan penelitian terhadap kesenian wayang Timplong di Kabupaten Nganjuk ini, menyatakan pakem yang berlaku dalam pagelaran wayang bukanlah hambatan untuk melakukan kreativitas.
”Wayang bisa dijadikan simbol apa pun, termasuk visualisasi dari karya Tchaikowsky. Saya kira tidak ada batasan apa pun, tapi tentu saja untuk pagelaran nanti saya tidak mungkin memakai dialog, jadi hanya main dengan bayangan saja,” sahut Nanang yang akan mengadaptasi karakter-karakter yang ada dalam Sleeping Beauty dengan karakter-karakter yang adalah dalam tokoh pewayangan. Sleeping Beauty misalnya, bisa diwakili melalui Shinta atau Sembrodo ataupun Komaratih. Sementara sosok pangeran yang mencium Sleeping Beauty bisa diwakili melalui Rama ataupun Arjuna.
(din)

Artikel Terkait

Previous
Next Post »