Air terjun Sumber Manik yang tampak masih alami. |
Tak sulit untuk menuju Desa Blongko, Kecamatan Ngetos. Dari Kecamatan
Ngetos, jarak tempuh ke sana memakan waktu sekitar 45. Desa yang
terletak paling dekat dengan lereng Gunung Wilis ini bersebelahan dengan
Desa Klodan.
Seperti desa lain yang ada di lereng gunung, wilayah mayoritas Desa
Blongko berwujud perbukitan hutan pinus dengan sungai dan jurang di
beberapa sisi. Di kedalaman hutan desa inilah, letak Air Terjun
Sumbermanik yang menghebohkan warga setempat sejak awal Januari lalu.
Meski mayoritas daerahnya berupa perbukitan, tak sulit untuk menuju
ke Desa Blongko. Sebab, hampir seluruh wilayah desa ini sudah diaspal.
“Perjalanan awal relatif lancar, karena aspal di Ngetos sekarang sudah
halus,” kata Edi Winarto, 55, warga Desa Blongko yang ikut merintis
akses menuju lokasi Air Terjun Sumbermanik.
Begitu tiba di Desa Blongko, rute selanjutnya akan terasa lebih
menantang. Sebab, akses menuju air terjun diwarnai dengan jalan aspal
yang mulai rusak. Saat wartawan koran ini menelusuri rute menuju Air
Terjun Sumbermanik, tantangan mulai terasa selepas melewati jalan
beraspal rusak sepanjang sekitar satu kilometer.
Dari sana, akses menuju air terjun adalah jalan terjal berbatu
selebar sekitar dua meter dengan kondisi menanjak. Sehingga, pengendara
sepeda motor rawan terjatuh atau tergelincir jika belum terbiasa dengan
medan sekitar.
Begitu sukses melahap medan berbahaya, kita masih harus menguras
fisik menuju air terjun setinggi 35 meter itu dengan berjalan kaki untuk
menempuh jarak sekitar 500 meter.
Perjalanan selama sekitar 30 menit tak begitu terasa karena
pemandangan indah di sekelilingnya. Di sepanjang jalan banyak ditemui
pemandangan pohon kepala setinggi lebih dari 10 meter. Belum lagi, kebun
durian hingga hamparan tanaman padi yang menghijau. “Yang membuat agak
enteng, karena jalan kakinya menurun sampai ke lokasi air terjun, tidak
naik,” urai Edi yang Minggu (24/1) lalu bersama Jawa Pos Radar Nganjuk
menuju air terjun Sumbermanik.
Rute selanjutnya tak kalah menarik. Setelah melewati hamparan tanaman
padi, kita harus melewati jalan setapak dan melintas sungai kering
sebelum menemukan sungai berbatu dengan aliran cukup deras yang oleh
warga disebut Sungai Mundeng. Keberadaan sungai ini sekaligus jadi
penanda jika air terjun sudah semakin dekat.
Dari kejauhan terlihat buih air memutih yang mengucur dari
ketinggian. Semakin dekat, tak hanya keindahan alamnya yang semakin
nyata. Gemericik air juga mampu memecah penat setelah berjalan kaki
selama puluhan menit. “Petani warga sini dari dulu sudah sering lihat,
tapi dikiranya cuma grojogan kecil,” lanjut Edi sambil menunjuk air
terjun di depannya.
Kecantikan Air Terjun Sumbermanik semakin jelas terlihat dari jarak
dekat. Air terjun yang ada di lereng bukit Punjul, Gunung Wilis ini
berbeda dengan air terjun kebanyakan. Lebar aliran airnya sekitar 20
meter. Sehingga, saat dilihat dari dekat seolah air menyelimuti bukit
batu nan indah itu.
Dengan karakternya yang unik ini, Air Terjun Sumbermanik seolah
menjadi perpaduan antara Air Terjun Sedudo dengan Air Merambat Roro
Kuning. Sebab, dari atas air seolah terlihat merambat di bebatuan.
Kemudian, air yang terkumpul di cekungan itu terjun ke bawah dengan
suara yang kencang seperti halnya air terjun Sedudo.
Keindahan Air Terjun Sumbermanik itu tak dilewatkan oleh belasan
muda-mudi yang siang itu berada di sana. Selain berendam dan bermain
air, mereka juga mengabadikan keindahan Sumbermanik dengan berfoto
bersama.
Mengapa namanya Sumbermanik? Edi mengatakan, nama itu muncul begitu
saja. Sejak zaman kakek dan neneknya, kawasan hutan setempat sudah
disebut dengan nama Sendang Sumbermanik.
Konon, di atas air terjun itu ada sebuah embung alami atau sendang
tempat pertapaan Damarwulan, tokoh legenda pada kerajaan Mapajahit.
“Jadi merujuk pada sejarah itu,” bebernya.
Keberadaan Air Terjun Sumbermanik yang semakin dikenal luas membuat
pengunjung terus bertambah. Pemuda setempat pun memanfaatkan gubuk-gubuk
kecil di hutan untuk tempat parkir. Khusus hari libur, air terjun yang
biasanya sepi itu bisa dikunjungi hingga 100 orang. “Bahkan ada yang
dari Malang dan Surabaya,” katanya. (ut)
Sumber : Radar
Sumber : Radar